Mengajak Petani Berbisnis Agar Usaha Mereka Maju

on Sabtu, 05 Mei 2012


 TULISAN 9

PENDAHULUAN
Sampai saat ini, petani umumnya hanya melakukan aktivitas rutin untuk memproduksi komoditi yang latah. Petani mau mengubah pola pikir bertani jika sudah ada bukti. Perubahan ini tidak seperti membalikkan telapak tangan.

PEMBAHASAN
Agus Wiryana, salah seorang praktisi sekaligus pengamat pertanian, Rabu (7/3) kemarin menerangkan, sampai saat ini petani sangat sulit mengubah pola pikir demi kemajuan. Karakter petani kuat. Mereka sulit diajak mengubah pola tanam, komoditi yang dibudidayakan dan sebagainya.

Seseorang datang ingin mengajak petani mengembangkan komoditi tertentu yang memiliki pasar jelas. Namun petani tidak mudah menerimanya. “Perlu waktu dan teknik pendekatan. Kalau sudah ada bukti, semua petani sekitarnya akan mudah bergabung,” katanya.

Beberapa bulan lalu, pihaknya ingin bekerja sama dengan pembudi daya ikan nila. Pengumpulan data saja tidak mudah, semua petani ikan nila tertutup sehingga diperlukan pendekatan khusus. Ternyata, pembudi daya ikan nila kekurangan benih. Selama ini benih yang didapat baru 25 persen dari kebutuhan. “Maka itu, kami sekarang ini melakukan kerja sama penyediaan benih. Masalah pemasaran hasil ikan nila masih teratasi,'' katanya. 

Widhiarta pengamat pertanian lainnya menyatakan, untuk melibatkan petani harus ada bukti. Pembuktian inilah menjadi kendala karena perlu waktu dan hasilnya harus kontinyu. Selama ini, petani yang memproduksi padi diajak membudidayakan pepaya, cabai dan lain sebagainya sangat sulit. Mereka perlu bukti. Hasil budi daya yang baru tersebut pasarnya prospektif.

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Denpasar, Ir. AA Gde Bayu Brahmastha, MMA. mengatakan, mengubah pola pikir petani/peternak/nelayan memang sulit. Akan tetapi, cara pendekatan akan memudahkan pembinaan.

Selama ini melakukan pembinaan dengan mengajak petani umumnya melihat sentra atau demplot yang sudah ada. Pembelajaran langsung tersebut akan memudahkan untuk memberikan pembelajaran baru secara nyata.

Contoh lainnya, berangkat dari mimpi untuk mandiri, para petani kentang di Dataran Tinggi Dieng pun memunculkan gagasan ekonomi kerakyatan. Dan, kini, mimpi itu terwujud. Ya, kini, mereka memiliki lembaga perbankan yang kuat berupa koperasi peduli masyarakat atau kopmas. Koperasi beranggota ribuan orang petani itu memiliki kekayaan miliaran rupiah.

Padahal, kali pertama menghimpun dana mereka hanya mampu mengumpulkan modal awal Rp 15 juta dari iuran. Sumekto Hendro Kustanto (46) adalah orang paling berpengaruh dan menjadi pemrakarsa pendirian koperasi itu. Dia merangkul seluruh kepala desa di Kecamatan Kejajar untuk bersatu dengan tujuan sama: memandirikan petani. Dia menuturkan gagasan mendirikan koperasi muncul pertengahan 2003. Ya, pegawai negeri sipil di Kejajar itu memiliki ide-ide yang acap tergolong liar dan tak kenal batas. ’’Sekarang koperasi itu sudah berkembang.

Saya sangat bersyukur,’’katanya. Dia menyatakan pengembangan koperasi berbasis petani di Wonosobo salah satu solusi tepat. Sebab, pelaku usaha daerah Dieng didominasi para petani sehingga tak sepantasnya petani hanya menjadi objek perbankan dan tak bisa menjadi penggerak. Usai membentuk koperasi, dia mengumpulkan para pemangku kebijakan. Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi, pembukuan keuangan, dan strategi penyelenggaraan koperasi serba-usaha mandiri merupakan langkah awal untuk mewujudkan koperasi berbasis petani itu. ’’Orang-orang yang dulu jadi pengurus progam PNPM Mandiri desa keluar,’’ ujar dia.

Optimistis Waktu itu, Sumekto optimistis banyak sumber daya manusia di sekitar Dieng yang mampu mengelola koperasi. Sebagian di antara mereka adalah sarjana ekonomi, juragan kentang, dan perangkat desa yang rata-rata mempunyai lahan pertanian. Model transaksi di koperasi ini, kata dia, berlandaskan kepercayaan. Artinya, petani yang meminjam uang tak perlu menggunakan agunan atau jaminan seperti di bank. Untuk menggalang dana koperasi, setiap anggota menanamkan modal bervariasi antara Rp 1 juta dan tak terbatas. Para dermawan dan juragan kentang yang mapan diperbolehkan investasi dengan sistem bagi hasil yang jelas. Tak kalah menarik adalah model penagihan utang bagi nasabah yang ngemplang. Karena bermodal kepercayaan, mereka tak pernah menggunakan jasa penagih utang. Jika ada yang menunggak akan dikunjungi para petani lain ke rumah. ’’Cara itu cukup efektif karena para petani malu ditagih berombongan.’’ Sumekto menyadari betul langkah itu sangat menantang.

Namun dia yakin para petani harus diajak berkembang agar mandiri. Sebab, tidak selamanya pemerintah menggelontorkan progam bantuan ke kelompok tani. Manfaat lain dari koperasi berbasis petani adalah bisa mendapat modal, pelatihan, dan pegelolaan manajemen usaha. Setiap kali ada kesempatan, Sumekto menengok koperasi beranggota lebih dari 4.000 orang dengan omzet sekitar Rp 3 miliar itu. Kali Pertama Tak hanya soal penyediaan dana, koperasi juga menyediakan akses bagi petani yang butuh pupuk dan keperluan pertanian. Akhir 2011, koperasi itu menggandeng Bank Bukopin untuk perluasan akses pasar.

Salah satu bank nasional itu menjual hasil panen petani dengan harga terjaga. Tafrihan, pengurus koperasi, mengemukakan pengembangan koperasi berbasis petani baru kali pertama di Wonosobo. Langkah itu diyakini bakal berhasil karena di Wonosobo mayoritas pelaku usaha dari kalangan petani. Dia menuturkan prospek koperasi yang digagas Sumekto dan kawankawan bisa diterapkan di tingkat desa dalam bentuk berbeda dari konsep koperasi petani selama ini. Sejauh ini setelah mendapat pelatihan, para petani akan mengikuti rangkaian studi banding di dua daerah dengan manajemen usaha yang baik, yakni Jepara dan Kudus. Para petani juga mendapatkan akses permodalan dan jaminan pasar hasil panen. Gedung koperasi itu cukup mewah dengan interior modern. Koperasi yang berdiri 19 September 2003 itu dibuatkan akta pendirian 9 Juli 2009. Setiap pagi di halaman gedung koperasi di Jalan Dieng Km 17 Gataksari, Desa Serang, Kejajar, ramai nasabah. Mereka mayoritas orangorang desa.

Siang hari petani yang baru pulang dari ladang mampir untuk mengurus pencairan dana atau menabung. Saat berbincang-bincang di rumahnya di Bukit Madukoro, Desa Bomerto, di bawah kaki Gunung Sindoro, Sumekto terlihat santai. Sambil mengisap rokok dan minum teh hangat, dia menyatakan bersyukur dan selalu berdoa untuk kelancaran koperasi agar petani tetap mandiri. Petani Dieng, kata dia, mampu mengendalikan harga hasil panen, tanpa campur tangan pemodal dari luar daerah. Karena itulah dia sungkan disebut pemrakarsa koperasi trersebut, meski saat ini dia didaulat jadi pembina.


PENUTUP
Mengajak petani berbisnis memang tidak mudah, diperlukan modal dan pendekatan agar petani mau mencoba dalam berbisnis. Juga diperlukan wawasan untuk dapat berkomunikasi dengan baik kepada para petani. Agar semua itu dapat terwujud, sebaiknya kita melakukan persiapan yang cukup dalam menghadapi resiko yang akan datang sewaktu-waktu.


Referensi

Tag :

HAK KONSUMEN YANG DI LANGGAR OLEH PELAKU BISNIS


TULISAN 9
BAB 1

PENDAHULUAN
Konsumen adalah raja. Itulah pepatah bijak yang acap kita dengar. Tentu pepatah itu punya makna mulia.Konsumen, sebagai pengguna akhir barang/jasa, berposisi lebih tinggi dibanding pelaku usaha, sebagai penyedia barang/jasa. Namun, dalam realitas, hak-hak konsumen sering dimarginalkan. Bukan hanya oleh pelaku usaha, tapi juga oleh kebijakan negara yang tidak berpihak pada kepentingan konsumen. Bahkan tidak sedikit kebijakan negara yang justru mereduksi hak-hak dasar masyarakat konsumen.Terganggunya pasokan dan harga yang melambung pada kebutuhan pokok adalah bukti bahwa negara gagal total terhadap perilaku pasar yang liar dan distortif.

Itu pada konteks permasalahan makro. Belum lagi pada konteks permasalahan mikro empiris, pelanggaran hak-hak konsumen pun seolah menjadi pemandangan yang amat jamak. Pada konteks permasalahan mikro inilah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mewadahi dan menjembatani hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha, yaitu menerima pengaduan konsumen.

BAB 2
PEMBAHASAN

Pada 2010,YLKI menerima 539 kasus pengaduan konsumen. Jumlah ini mengalami peningkatan karena pada 2009 jumlah pengaduan yang diterima oleh Bidang Pengaduan YLKI hanya 501. Berturut-turut adalah “lima besar”pengaduan, yaitu jasa telekomunikasi (93 kasus, 22,4 persen), jasa perbankan (79 kasus, 19 persen), sektor perumahan (75 kasus, 18 persen), ketenagalistrikan (75 kasus, 18 persen), dan jasa transportasi (35 kasus, 8,7 persen). Sedangkan pengaduan yang lainnya berkisar masalah kualitas pelayanan PDAM yang masih buruk (27 kasus, 6,5 persen), masalah trik dagang (17 kasus, 4,7 persen), masalah leasing sepeda motor (17 kasus, 4,7 persen), dan sektor otomotif (11 kasus, 2,6 persen).
Jika dielaborasi lagi, pengaduan dari tiap sektor adalah, pengaduan jasa telekomunikasi didominasi oleh fenomena “perampokan” pulsa oleh operator seluler dan atau content provider yang berkolaborasi dengan operator seluler. Konsumen tidak berlangganan fitur tertentu, tetapi pulsa dipotong. Atau, sekalipun berlangganan, ketika konsumen ingin berhenti (karena merasa dijebak, ditipu), dan telah melalui mekanisme berhenti berlangganan secara benar (“unreg”), upaya tersebut sering gagal. Patut diduga, pihak operator seluler sengaja mempersulit proses “unreg”dimaksud. Ironisnya, Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang seharusnya mempunyai otoritas penuh, toh terbukti tidak mampu berbuat banyak untuk menjewer operator nakal.

Kedua, jasa perbankan. Persoalan klasik yang membelit konsumen perbankan adalah masalah kartu kredit. Pengaduan yang dominan adalah, selain masalah debt collector yang acap melakukan tindakan premanisme kepada konsumen, adalah konsumen yang tidak mampu membayar tagihan kartu kredit. Kasus gagal bayar boleh jadi merupakan kesalahan konsumen sebagai nasabah bank. Namun hal ini lebih dipicu oleh longgarnya pihak bank dalam menerbitkan kartu kredit. Kini pemasaran kartu kredit begitu gencarnya, hanya berbekal kartu tanda penduduk, konsumen sudah bisa mengantongi “kartu utang”tersebut. Pihak bank praktis tidak melakukan analisis memadai, apakah konsumen layak mengantongi kartu kredit atau sebaliknya. Seharusnya Bank Indonesia mempunyai standar yang jelas untuk menertibkan pemasaran kartu kredit yang cenderung “mengelabui” konsumen.

Ketiga, pengaduan perumahan, mayoritas seputar keterlambatan serah-terima rumah, sertifikasi, mutu bangunan yang tidak sesuai, informasi marketing yang menyesatkan, serta tidak adanya fasilitas umum dan sosial. Bahkan masih banyak pengaduan perumahan yang amat ekstrem, yaitu pembangunan rumah tidak terealisasi. Ada-ada saja alasan pihak developer yang gagal membangun rumahnya, mulai dari terganjal perizinan (IMB, amdal), hingga kesulitan ekonomi yang mengakibatkan developer jatuh pailit. Lagi-lagi ironi terjadi, karena negara tidak bisa mempunyai regulasi yang cukup untuk melindungi konsumen perumahan. Contohlah negeri jiran Malaysia, yang menerapkan kebijakan bahwa developer dilarang menjual rumah sebelum rumahnya dibangun (ready stock). Bedanya di Indonesia; developer boleh menjual rumahnya, sekalipun rumahnya belum dibangun (sistem inden). Akibatnya, developer kabur, dan konsumen pun melongo.

Berikut ini adalah hak yang sering dilanggar pelaku bisnis
1.      Hak atas kenyamanan
2.      Hak untuk memilih
3.      Hak atas informasi
4.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
5.      Hak untuk mendapat pendidikan
6.      Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif
7.      Hak untuk mendapatkan ganti rugi
8.      Hak yang diatur dalam perundang-undangan lainnya

BAB 3
PENUTUP
Terkait dengan hal ini, ada dua kemungkinan: belum optimalnya spirit untuk mengadu dari konsumen; dan makin banyaknya akses pengaduan yang dilakukan oleh lembaga konsumen swadaya masyarakat. kehadiran negara untuk memberi perlindungan yang utuh kepada konsumen selaku warga negara praktis belum terasakan. Kehadiran negara hanya bersifat reaktif, bahkan dalam banyak kasus negara justru kompromistis-kolaboratif dengan pelaku usaha.



Referensi
Diposkan oleh Fadil di 04:13 http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif

Tag :

KEBERADAAN KOPERASI DAN KUD DESA

Tulisan 7

BAB 1
PENDAHULUAN

Koperasi Unit Desa adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencangkup satu wilayah kecamatan. Pembentukan KUD ini merupakan penyatuan dari beberapa Koperasi pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya dipedesaan. Selain itu KUD memang secara resmi didorong perkembangannya oleh pemerintah.

Menurut instruksi presiden Republik Indonesia No 4 Tahun 1984 Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa pengembangan KUD diarahkan agar KUD dapat menjadi pusat layanan kegiatan perekonomian didaerah pedesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dan dibina serta dikembangkan secara terpadu melalui program lintas sektoral. Adanya bantuan dari pemerintah tersebut ditujukan agar masyarakat dapat menikmati kemakmuran secara merata dengan tujuan masyarakat yang adil makmur akan juga tercapai dengan melalui pembangunan dibidang ekonomi, misalnya dengan memberikan kredit kepada pihak-pihak yang ekonominya masih lemah atau rakyat kecil terutama didaerah pedesaan Dalam menjalankan usaha koperasi diarahkan pada usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya.


BAB 2
PEMBAHASAN

Koperasi dengan bidang usaha pertanian terutamanya Koperasi Unit Desa ( KUD ) sangat besar kaitannya menyangkut sarana produksi, bibit hingga pemberantasan hama. Demikian disampaikan oleh Bapak Cipta dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kota Denpasar dalam Talkshow Warung On-line Koperasi yang mengangkat tema “Peran Koperasi dan Pertanian” Rabu, 14 Juli 2010. Terungkap juga, dari 27.778 hektar luas wilayah Kota Denpasar sebesar 2.693 hektar masih merupakan lahan pertanian dengan nomor urutan n0 7 dari 9 kabupaten/ kota di Bali, dengan 31 subak. Untuk tetap mempertahankan keberadaan lahan pertanian ini, saat ini dirintis berbagai usaha dengan kajian - kajian tekhnologi. Hal ini sesuai dengan keinginan Gubernur Bali, Bapak Made Mangku Pastika untuk mewujudkan Program Pertanian Kreatif.
Khususnya yang berkecimpung dalam pertanian organik maupun anorganik, yang bergerak di bidang lahan basah maupun lahan kering, baik komoditi padi, palawija holtikultura maupun tanaman hias, mari kita bersama bergerak, dengan memanfaatkan lahan yang ada. Sehingga harapan kita ke depan, pertanian nanti bukanlah lagi pertanian yang berkecimpung dengan lumpur, demikian juga untuk generasi muda hendaknya tidak hanya terfokus melihat peluang usaha dalam bidang industri, melainkan pertanian, karena prospek yang diberikan sangat potensial. Keterkaitan dengan Koperasi Unit Desa saat ini keberadaannya tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan koperasi unit usaha lainnya. Hal ini perlu lebih ditingkatkan untuk membantu petani baik dari segi permodalan, bibit dan juga alat – alat berat. Dinas Pertanian juga kerap melakukan pembinaan kepada para petani, dan untuk informasi selanjutnya silahkan mengubungi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura kota Denpasar di Jl. Raya Sesetan no. 152 Denpasar.
Sementara mengenai perkembangan koperasi di Bali menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, dengan kenaikan jumlah koperasi sebanyak 3689 koperasi atau 5,6 persen dari tahun 2009. Ini merupakan bukti perkembangan yang sangat signifikan, terutama masalah kinerja dan aset-aset yang dimiliki. Artinya tumbuhnya koperasi ini bisa menyelamatkan pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan. 95% koperasi di Bali yang lebih banyak bergerak di bidang simpan pinjam, dan ada sebanyak 3457 koperasi yang masih aktif. Saat ini rata-rata koperasi yang ada di Bali kondisinya sehat dan berkualitas disamping itu Dinas Koperasi sudah mengupayakan untuk meningkatakan koperasi baik dari segi kinerja maupun kualitas yang dimiliki oleh koperasi itu sendiri, melihat prospek dari koperasi kedepan mempunyai peranan untuk meningkatan ekonomi masyarakat yang berlandaskan budaya lokal. Menurut Bpk. Gede Suyasa sebagai ketua panitia dari Kota Denpasar, saat ini yang sudah dilakukan adalah dengan melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan, sosial.
Bapak Gede Indra berpesan, “Khusus kepada warga gerakan koperasi, pengurus, pengawas, manajer, dan anggota koperasi di Bali, diserukan untuk lebih meningkatkan kinerja sehingga kehadiran koperasi makin dirasakan anggota dan masyarakat dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah Bali dan semoga koperasi Denpasar menjadi gerakan koperasi kreatif dan berbudaya serta tetap menjadi pendukung ekonomi bawah.
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan

Koperasi memanglah sangat membantu apa lagi didaerah pedesaan, didesa banyak sekali kendala yang dihadapi yaitu yang palng besar adalah modal. Di Koperasi Unit Desa (KUD) disinilah kita dapat memulai usaha diantaranya dapat meminjam modal agar usaha kita tetap maju atau bias memulai usaha dari awal. Di era Globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat yang mempunyai keinginan wirausaha di daerah pedesaan dapat menggunakan fasilitas KUD (Koperasi Unit Desa) untuk mempermudah menjalankan usaha mereka.


Sumber:
  • http://www.denpasarkota.go.id/instansi/?cid==MjN&s=i_berita&id=2715
  • http://yukfuk.wordpress.com/2010/01/03/kud-koperasi-unit-desa/


keberadaan koperasi dan KUD di desa yg berkaitan dengan pertanian
Keberadaan Koperasi Unit Desa (KUD)
BAB I

A. PENDAHULUAN

Koperasi Unit Desa adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencangkup satu wilayah kecamatan. Pembentukan KUD ini merupakan penyatuan dari beberapa Koperasi pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya dipedesaan. Selain itu KUD memang secara resmi didorong perkembangannya oleh pemerintah.

Menurut instruksi presiden Republik Indonesia No 4 Tahun 1984 Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa pengembangan KUD diarahkan agar KUD dapat menjadi pusat layanan kegiatan perekonomian didaerah pedesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dan dibina serta dikembangkan secara terpadu melalui program lintas sektoral. Adanya bantuan dari pemerintah tersebut ditujukan agar masyarakat dapat menikmati kemakmuran secara merata dengan tujuan masyarakat yang adil makmur akan juga tercapai dengan melalui pembangunan dibidang ekonomi, misalnya dengan memberikan kredit kepada pihak-pihak yang ekonominya masih lemah atau rakyat kecil terutama didaerah pedesaan Dalam menjalankan usaha koperasi diarahkan pada usaha yang berkaitanlangsung dengan kepentingan anggota, baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya.


B. Tujuan

Mengetahui Keberadaan Koperasi, KUD di Desa

BAB II

PEMBAHASAN

Perkembangan jumlah koperasi di Jawa Tengah 3 tahun terakhir ini jumlah koperasi meningkat dari 17.090 unit (2007) menjadi 25.426 ada kenaikan 8.336 unit koperasi ( meningkat sebesar 33,24 %). jumlah anggota koperasi meningkat dari 4.387.110 orang pada tahun 2007 menjadi 4.531.293 orang pada tahun 2010 ada kenaikan sebanyak 144.183 orang anggota koperasi ( meningkat sebesar 3,07 %. ). Jumlah tenaga kerja di koperasi 41.234 orang tahun 2007 menjadi 55.178 orang pada tahun 2010 ada kenaikan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh koperasi sebanyak 13.944 orang ( meningkat 24,47 % ). Jumlah Asset / Modal koperasi mengalami peningkatan sebesar 48 % dalam kurun waktu tiga tahun dari 2007 - 2010 yaitu dari Rp 6,106 triliun pada tahun 2007 menjadi Rp 11,058 triliun pada tahun 2010 , Nilai transaksi atau volume usaha koperasi pada tahun 2010 senilai Rp 12,346 triliun mengalami kenaikan sebesar Rp 1,598 triliun atau 13,49 %. dibanding tahun 2007 sebesar Rp 10,748 triliun.

Perkembangan Koperasi Simpan Pinjam / Unit Simpan Pinjam Koperasi (KOPERASI SIMPAN PINJAM/ UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASIKoperasi) menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sebagai Lembaga Keuangan Mikro Alternatif, sampai dengan tahun 2007 jumlah KOPERASI SIMPAN PINJAM/ UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASIKoperasi mencapai 7.405 unit dengan jumlah anggota sebanyak 3.176.745 orang, menyerap tenaga kerja mencapai 34.658 orang sedangkan asset Rp. 3,442 trilyun, tabungan Rp. 2,237 trilyun, pemberian pinjaman kepada UMKM mencapai Rp. 6,337 trilyun serta pinjaman diberikan Rp. 2,559 trilyun. SHU mencapai Rp. 89,482 milyard, modal sendiri Rp. 1,024 trilyun.
Dalam upaya mengembangkan kualitas SDM dan pengelolaan KOPERASI SIMPAN PINJAM/ UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI Koperasi maka telah dilaksanakan sertifikasi profesi Koperasi Jasa Keuangan terhadap pengelola KOPERASI SIMPAN PINJAM/ UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI Koperasi, sertifikasi bagi fasilitator dan pengelola Koperasi Jasa Keuangan bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Jasa Keuangan (LSP-KJK).

Keberadaan Koperasi Unit Desa (KUD) sangat strategis dalam menggerakan roda ekonomi diwilayah perdesaan. KUD mempunyai sarana infrastruktur yang lengkap mulai dari Rice Mill Unit (RMU), gudang, lantai jemur dan waserda yang sarananya untuk mempunyai kebutuhan para petani di perdesaan. Jumlah KUD di Jawa Tengah sampai dengan tahun 2007 mencapai 590 unit. Selama ini KUD/Koperasi telah menangani penyaluran pupuk ke PT. Pusri dan pengadaan pangan dengan Dolog Divre Jateng.
Jumlah KUD/Koperasi yang menjadi distributor pupuk sebanyak 23 unit, sesuai dengan slogan Bali Ndeso Mbangun Deso maka KUD/Koperasi ke depan perlu diberi kesempatan yang lebih luas untuk menangani penyaluran pupuk dan pengadaan pangan karena keberadaan KUD/Koperasi merupakan wadah para petani dalam memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan dibidang pertanian.

Adapun pekembangan usaha Koperasi yang berupa Warung Serba Ada (Waserda) dan Sentra Perkulakan Koperasi (Senkuko) maupun Program SmesComart menunjukkan hasil yang cukup baik. Waserda Koperasi sampai dengan Tahun 2007 sebanyak 1.733 unit dengan omset/hari Rp. 187 Juta, modal sendiri Rp. 21 Milyar, penyerapan tenaga kerja sebanyak 2.746 orang. Senkuko sebanyak 67 unit dengan omset/hari Rp. 10,8 Juta, modal sendiri Rp. 8,6 Milyar dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 5.497 orang. Sedangkan program SmesComart/pasar ritel modern yang dikerjasamakan dengan Alfamart dan Omimart sebanyak 3 unit dan yang mandiri sebanyak 26 unit.


BAB III


PENUTUP

1.KESIMPULAN

Di era Globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat yang mempunyai keinginan wirausaha di daerah pedesaan dapat menggunakan fasilitas KUD (Koperasi Unit Desa) untuk mempermudah menjalankan usaha mereka



SUMBER PEMBAHASAN :
http://dinkop-umkm.jatengprov.go.id/?p=167
etd.eprints.ums.ac.id/5076/1/C100040027.pdf


Tag :
 
© joko saputra 92 | All Rights Reserved
Bloggerized ByImuzcorner | Powered ByBlogger | The Gunners Template ByFree Blogger Template