Universitas Gunadarma
Hukum di negara kita sebenarnya sudah benar, namun saja para penegak hukum di negara kita belum benar-benar tegak dalam menjalankan tugasnya. Hukum di negara kita masih menganut hukum jaring laba-laba, di mana ia hanya bisa menjaring sesuatu yang lebih kecil-kecil saja, tak pernah bisa menjaring sesuatu yang lebih besar darinya atau lebih kita kenal hukum di negara kita dengan sebutan hukum pedang tajam ke bawah tumpul ke atas, hukum di negara kita bisa kita beli.
Kondisi penegakan hukum di Indonesia belakangan ini dinilai buruk. Hal itu dipicu oleh lemahnya penegakan hukum seperti pada kasus dana talangan Bank Century, skandal Nazarudin, dan kasus Nunun Nurbaeti.
Seandainya manusia menurut kodratnya harus hidup sendirian, dua aspek pengaturan ini sudah memadai, namun karena manusia menurut hukum kodratnya adalah makhluq politik dan makhluq sosial, maka diperlukan aturan ketiga, yakni manusia harus diarahkan untuk hidup (selalu) dalam hubungan dengan sesamanya.
Setiap personal mempunyai substansi kehidupannya sendiri yang berperan sangat penting dalam penegakan sebuah hukum. Nilai-nilai dasar kemanusiaan sebenarnya sudah melekat dalam diri persona manusia. Kedudukan yang substansial ini dikarenakan, pertama, manusia adalah makhluq otonom dan unik; kedua, manusia adalah persona yang korelatif. Otonomi dan kebebasan adalah dimensi transedental manusia sebagai persona. Manusia juga memiliki kodrat rasional, sehingga manusia adalah makhluq yang “sadar diri” atau memiliki kemampuan untuk berbuat secara manusiawi. Sedangkan dalam kodrat substansial, manusia mampu untuk menghadirkan diri dan berkembang sebagai subjek yang otonom.
Kodrat rasional yang substansial inilah yang membentuk pola etis kehidupan manusia. Karena dalam diri manusia terdapat kecenderungan pada kebaikan sesuai dengan kodrat yang juga berlaku untuk semua substansi, sedemikian rupa sehingga setiap substansi mengusahakan pelestarian keberadaannya sesuai dengan hekakat kodratnya.
Segala sesuatu yang diketahui hekaket tujuan akhir, memiliki hakekat baik. Karena makhluq rasional yang berakal budi, maka manusia haruslah “sadar diri” dalam posisinya sebagai makhluq. Dengan “sadar diri” ini, manusia akan menjadi tuan atas perbuatannya. Tuan bagi perbuatan inilah yang mengantarkan manusia kepada hakekat kemanusiaanya, dan disitulah manusia dengan akal budinya berjalan dalam nilai etis moralnya dalam menjalankan kehidupan.
Moralitas penegak hukum bisa ditegakkan dengan selalu mencerahkan akal budianya untuk terus “sadar diri” atas keberadaannya sebagai “tuan” atas perbuatan yang dijalankan. “Sadar diri” inilah yang menjadi pangkal tolak yang diajukan Aquinas dalam membingkai hubungan etika dalam penegakan hukum. Kesadaran diri manusia harus selalu diolah, karena bagi Aquinas, kesadaran diri merupakan potensi yang harus ditafsirkan secara kritis, sehingga akan melahirkan gagasan yang segar dan mencerahkan. Makhluq yang “sadar diri” pastilah akan membuka jalan baru kehidupan yang mencerahkan dan membahagiakan.
Penegak Hukum di Indonesia
Febri Diansyah mengatakan bahwa penegakan korupsi masih terancam karena putusan pengadilan hukum. Tindakan Menteri Hukum dan HAM yang memberikan remisi serta membebaskan koruptor memperlihatkan pemberantaskan korupsi makin rendah. KPK sebagai lembaga independen yang diharapkan dapat melakukan pemberantasan korupsi jika tidak segera dibenahi, akan segera runtuh. Upaya yang harus segera dilakukan adalah pembenahan institusional yaitu evaluasi dan restrukturisasi termasuk penegakan hukum terhadap pelaku korupsi yang terlibat dalam penghacuran institusi negara.
Persoalan Penegak Hukum di Indonesia
Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana memandang dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di Indonesia.
Sebagai contoh, seluruh mahasiswa hukum atau ahli-ahli hukum mempunyai pengetahuan dengan baik bahwa kebenaran materil, kebenaran yang dicapai berdasarkan kesaksian-kesaksian, adalah hal yang ingin dicapai dalam sistem peradilan pidana. Namun, kebanyakan dari mereka gagal memahami bahwa tujuan diperolehnya kebenaran materil sesungguhnya hanya dapat dicapai apabila seluruh proses pidana berjalan dengan di atas rel hukum. Namun pada kenyataannya proses ini sering diabaikan oleh para hakim ketika mulai mengadili suatu perkara.
Sumber:
http://organisasi.org/opini-pendapat-anda-tentang-keadilan-hukum-di-indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum
http://forums.klikajadeh.net/showthread.php/54609-Carut-marut-hukum-di-indonesia
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar