Tulisan 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu Negara di dunia yang
mayoritas penduduknya adalah beragama islam,dan karena di agama islam sebuah
sempel ‘HALAL’itu sangat penting dan perlu sangat di perhatikan.Maka peran
pemerintah perlu dan bahkan harus turun tangan meninjau semua produk-produk
yang di hasilkan ! agar masyarakat merasa aman dengan apa yang mereka gunakan.Maka
dari itu peran pemerintah amatlah sangat penting.
Mengingat
pentingnya masalahan kehalalan karkas, daging dan jeroan, maka pemerintah telah
menetapkan Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dalam Pasal 30 ayat
(2) huruf e, menyatakan bahwa label pangan memuat sekurang-kurangnya keterangan
tentang halal. Dalam Pasal 58 diatur mengenai sanksi yang diberikan dengan
ancaman pidana maksimal 3 (tiga) tahun penjara dan/atau denda Rp 360 juta,
apabila terbukti memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam
iklan atau label bahwa pangan yang diperdagangkan tersebut sesuai menurut
persyaratan agama atau kepercayaan tertentu.
Selain itu dalam
kaitannya dengan penyelenggaraan karantina hewan menurut Undang-undang Nomor 16
Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan diamanatkan pada Pasal 8
bahwa dalam hal-hal tertentu, sehubungan dengan sifat hama dan penyakit hewan
atau hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan, pemerintah
dapat menetapkan kewajiban tambahan disamping kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5, pasal 6, dan pasal 7 serta dipertegas kembali pada Pasal 5 ayat
(3) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan
yang menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap produk asal hewan khusus bagi
keperluan konsumsi manusia telah sesuai dengan ketentuan teknis mengenai
kesehatan masyarakat veteriner serta ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, walaupun tidak secara spesifik mengatur tentang persyaratan
kehalalannya.
Sistem Jaminan
Halal (SJH) merupakan sebuah sistem yang mengelaborasikan, menghubungkan,
mengakomodasikan dan mengintegrasi- kan konsep-konsep syariat Islam khususnya
terkait dengan halal haram, etika usaha dan manajemen keseluruhan, prosedur dan
mekanisme perencanaan, implementasi dan evaluasinya pada suatu rangkaian
produksi/olahan bahan yang akan dikonsumsi umat Islam. Sistem ini dibuat untuk
memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa produk-produk tersebut halal, disusun
sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang
berdiri sendiri. SJH merupakan sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi yang
senantiasa dijiwai dan didasari pada konsep-konsep syariat dan etika usaha
sebagai input utama dalam penerapan SJH.
Prinsip sistem
jaminan halal pada dasarnya mengacu pada konsep Total Quality Manajement (TQM),
yaitu sistem manajemen kualitas terpadu yang menekankan pada pengendalian
kualitas pada setiap lini. Sistem jaminan halal harus dipadukan dalam
keseluruhan manajemen, yang berpijak pada empat konsep dasar, yaitu komitmen
yang kuat untuk memenuhi permintaan dan persyaratan konsumen, meningkatkan mutu
produksi dengan harga yang terjangkau, produksi bebas dari kerja ulang, bebas
dari penolakan dan penyidikan. Untuk mencapai hal tersebut perlu menekankan
pada tiga aspek zero limit, zero defect dan zero risk. Dengan penekanan pada 3
zero tersebut, tidak boleh ada sedikitpun unsur haram yang digunakan, tidak
boleh ada proses yang menimbulkan ketidakhalalan produk, dan tidak menimbulkan
risiko dengan penerapannya.
Oleh karena itu, perlu ada komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari pengadaan bahan baku sampai distribusi pemasaran.Manual halal harus dibuat secara terperinci disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan agar dapat dilaksanakan dengan baik. Manual halal merupakan sistem yang mengikat seluruh elemen perusahaan. Dengan demikian harus disosialisasikan pada seluruh karyawan di lingkungan perusahaan. Secara teknis manual halal dijabarkan dalam bentuk prosedur pelaksanaan baku (Standard Operating Prosedure / SOP) untuk tiap bidang yang terlibat dalam produksi secara halal.
Oleh karena itu, perlu ada komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari pengadaan bahan baku sampai distribusi pemasaran.Manual halal harus dibuat secara terperinci disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan agar dapat dilaksanakan dengan baik. Manual halal merupakan sistem yang mengikat seluruh elemen perusahaan. Dengan demikian harus disosialisasikan pada seluruh karyawan di lingkungan perusahaan. Secara teknis manual halal dijabarkan dalam bentuk prosedur pelaksanaan baku (Standard Operating Prosedure / SOP) untuk tiap bidang yang terlibat dalam produksi secara halal.
Pada saat pihak
perusahaan mengajukan sertifikat halal ke lembaga sertifikasi, telah disepakati
bahwa perusahaan diwajibkan untuk menunjuk salah seorang karyawannya untuk
bertugas menjadi Auditor Halal Internal. Tugas dan tanggung jawab seorang
auditor internal terhadap kehalalan produk, selain bertanggung jawab ke lembaga
sertifikasi, juga bertanggung jawab secara organisatoris kepada atasan di
perusahaan.
Dalam melakukan pengawasan terhadap proses pemasukan karkas, daging dan jeroan dari luar negeri ke dalam wilayah RI, maka petugas karantina perlu diberikan pemahaman dan kewenangan dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap sistem jaminan kehalalan karkas, daging dan jeroan yang dimasukkan tersebut. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi petunjuk pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan kehalalan karkas, daging dan jeroan di tempat-tempat pemasukan oleh petugas karantina.
Dalam melakukan pengawasan terhadap proses pemasukan karkas, daging dan jeroan dari luar negeri ke dalam wilayah RI, maka petugas karantina perlu diberikan pemahaman dan kewenangan dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap sistem jaminan kehalalan karkas, daging dan jeroan yang dimasukkan tersebut. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi petunjuk pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan kehalalan karkas, daging dan jeroan di tempat-tempat pemasukan oleh petugas karantina.
1.1. Maksud dan Tujuan
Tujuan dari
Pedoman Pengawasan Kehalalan karkas, daging dan jeroan adalah meningkatkan
pengawasan dan pemeriksaan terhadap dokumen sistem jaminan kehalalan karkas,
daging dan/atau jeroan yang dimasukkan dari luar negeri pada tempat-tempat
pemasukan di Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian (UPT KP) lingkup Badan
Karantina Pertanian.
1.2. Dasar Hukum
1.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992
tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482)
2.
Undang-undang Nomor 7 tahun 1994
tentang Pengesahan Agreement Eshtablishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
3.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3656);
4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3821);
5.
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015);
6.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun 1983
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
7.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);
8.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);
9.
. Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Giji Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
10. 10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pemasukan
dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging, dan/atau Jeroan dari Luar Negeri;
1.5 Definisi dan singkatan
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
1.
Analisis haram dan penetapan
pengendalian titik kritis adalah gambaran suatu proses analisis haram dan
penetapan pengendalian titik kritis yang dilakukan oleh suatu tim pada setiap
tahapan proses sampai ke tangan konsumen, dengan mempertimbangkan kehalalan
karkas, daging dan/atau jeroan, cara pencegahan masuk dan tercemarnya karkas,
daging dan/atau jeroan dengan bahan atau unsur haram pada proses produksi
sampai dengan pengemasan serta transportasinya.
2.
Proses produksi halal adalah rangkaian
kegiatan memproduksi karkas, daging dan/atau jeroan pada suatu Rumah Potong
Hewan (RPH) atau Perusahaan Pemrosesan dan Pengolahan yang menjamin kepastian
kehalalannya sampai ke tangan konsumen.
3.
Sistem Jaminan Halal yang
selanjutnya disebut SJH adalah kepastian hukum bahwa karkas, daging dan/atau
jeroan tersebut halal untuk diolah sebagai makanan, dipakai atau digunakan
sesuai dengan syariah Islam yang dibuktikan dengan sertifikat halal dan
dinyatakan dengan label/logo halal pada kemasan.
4.
Kemasan adalah bahan yang
digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus karkas, daging, dan/atau jeroan,
yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung.
5.
Alat angkut adalah alat angkutan
dan sarana yang dipergunakan untuk mengangkut yang secara langsung berhubungan
dengan media pembawa atau secara tidak langsung melalui kemasan media pembawa.
6.
Tanda-tanda kemasan dan alat
angkut adalah setiap keterangan mengenai karkas, daging, dan/atau jeroan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lainnya yang
disertakan pada karkas, daging, dan/atau jeroan yang dimasukkan ke dalam,
ditempelkan pada, dituliskan pada atau merupakan bagian dari kemasan dan alat
angkut.
7.
Tanda/Logo Halal adalah tanda
khusus dalam bentuk tulisan atau gambar tertentu pada kemasan produk, pada
bagian tertentu atau tempat tertentu dengan atau tanpa mencantumkan nomor
sertifikat halal yang menjadi bukti sah kehalalan karkas, daging dan/atau
jeroan.
8.
Sertifikat Halal adalah keterangan
tertulis yang memberikan kepastian kehalalan suatu produk dari suatu lembaga
sertifikasi halal yang telah diakui oleh Majelis Ulama Indonesia.
9.
Lembaga Sertifikasi Halal adalah
lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan pengkajian
aspek kehalalan karkas, daging dan/atau jeroan.
10.
Majelis Ulama Indonesia yang
selanjutnya disebut MUI adalah wadah musyawarah ulama, zuama, dan cendikiawan
muslim yang berfungsi untuk menetapkan fatwa tentang kehalalan karkas, daging
dan/atau jeroan menurut syariah Islam.
11.
Pelaku usaha adalah setiap orang
atau badan usaha yang berbadan hukum atau yang tidak berbadan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan produksi, impor, penjualan, penyimpanan, pengemasan,
atau distribusi dan pengangkutan terhadap karkas, daging dan/atau jeroan.
12.
Negara asal pemasukan karkas,
daging, dan/atau jeroan, yang selanjutnya disebut negara asal adalah suatu
negara yang mengeluarkan karkas, daging, dan/atau jeroan ke dalam wilayah
Negara Republik Indonesia.
13.
Karkas ruminansia adalah bagian
dari ternak ruminansia yang didapatkan dengan cara disembelih secara halal dan
benar, dikuliti, dikeluarkan darahnya, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala,
kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta
lemak yang berlebih, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain melalui
pendinginan yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI),
sehingga lazim dan layak dikonsumsi oleh manusia.
14.
Karkas unggas adalah bagian dari
ternak unggas yang telah disembelih secara halal, dicabuti bulunya, dikeluarkan
jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kaki atau
cekernya.
15.
Daging adalah bagian dari karkas
yang didapatkan dari ternak yang disembelih secara halal (kecuali babi) dan
benar serta lazim, layak dan aman dikonsumsi manusia, yang terdiri dari
potongan daging bertulang atau daging tanpa tulang lainnya, kecuali yang telah
diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan, termasuk daging variasi dan daging
olahan.
16.
Jeroan (edible offal) adalah
bagian dari dalam tubuh hewan yang berasal dari ternak ruminansia yang
disembelih secara halal dan benar serta dapat, layak, dan aman dikonsumsi oleh
manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan.
17.
Rekomendasi pemasukan adalah
persyaratan-persyaratan teknis yang direkomendasikan oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk kepada perorangan dan badan hukum sebagai bahan pertimbangan
teknis dalam pemasukan karkas, daging dan/atau jeroan dari luar negeri ke dalam
wilayah negara Republik Indonesia.
18.
Persetujuan Pemasukan adalah keterangan
tertulis yang diberikan oleh Menteri lain atau pejabat yang ditunjuk kepada
perorangan atau badan hukum untuk dapat melakukan pemasukan karkas, daging,
dan/atau jeroan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
19.
Tempat Pemasukan adalah pelabuhan
laut, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor
pos, pos perbatasan dengan negara lain, dan tempat-tempat lain yang ditetapkan
sebagai tempat untuk memasukkan media pembawa hama penyakit hewan karantina dan
bahan berbahaya lainnya.
20.
Pengawasan kehalalan adalah upaya
untuk memeriksa dan memastikan pemenuhan persyaratan teknis tentang sitem
jaminan kehalalan bagi karkas, daging dan/atau jeroan dari luar negeri yang
diperuntukkan untuk konsumsi manusia di wilayah negara Republik Indonesia.
21.
Tindakan Koreksi adalah kegiatan
sebagai upaya pencegahan pemasukan dan peredaran produk pangan segar asal hewan
yang mengandung bahan berbahaya dan dapat mengganggu ketentraman bathin
masyarakat ke dalam wilayah Republik Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
pengawasan
kehalalan adalah memastikan bahwa karkas, daging dan/atau jeroan tersebut
memiliki dokumen penerapan sistem jaminan halal, tidak mengandung unsur haram
dan diproses sesuai syariat Islam.
2.1 Dokumen
Kehalalan
Beberapa dokumen
kehalalan tersebut antara lain:
1. Sertifikat
Halal dari lembaga sertifikasi halal luar negeri yang diakui oleh MUI yang
menyatakan bahwa pemotongan hewan sampai proses pengemasan dilakukan
berdasarkan syariat Islam
2. Tanda-tanda
pada kemasan dan alat angkut
a. Label
pada kemasan
b. Segel dan Nomor Segel Kontainer
c. Nomor Kontainer
d. Nomor Pengapalan (Shipping Mark)
Tanda-tanda pada kemasan dan alat
angkut tersebut diatas, harus tertuang dalam sertifikat kesehatan (sanitasi)
dan/atau sertifikat kehalalan untuk setiap kontainer atau setiap pengapalan.
2.2.
Pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan
Jenis
karkas, daging, dan/atau jeroan yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah
Indonesia adalah sesuai dengan yang tertera dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor
20/Permentan/OT.140/4/2009 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Jeroan
dari Luar Negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Oleh sebab itu
dalam melakukan pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan terhadap karkas,
daging dan/atau jeroan harus memenuhi pesyaratan-persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud dalam permentan tersebut. Dengan demikian persyaratan teknis
pengemasan penyimpanan dan pengangkutan karkas, daging dan/atau jeroan
merupakan objek pengawasan bagi petugas karantina di tempat pemasukan.
BAB III
ISI
Persyaratan kehalalan adalah persyaratan yang ditetapkan berdasarkan pada hukum syariah Islam dan persyaratan tersebut harus dipenuhi, apabila suatu unit usaha akan memulai suatu proses produksi dan menerapkan sistem jaminan produk halal yang telah disusun untuk tujuan konsumsi di negara-negara muslim. Program persyaratan halal dalam operasionalisasinya meliputi program sanitasi yang diperlukan dalam rangka mencegah terjadinya kontaminasi bahaya yang menyebabkan tidak halalnya produk pangan dan program cara berproduksi yang baik dan halal.
Ø Dokumen kehalalan
Merupakan
dokumen yang menjadi bukti penerapan sistem jaminan halal mulai dari
praproduksi sampai pasca produksi, yang meliputi:
- Jadwal
atau waktu pemotongan halal untuk produk yang ditetapkan dan tertuang
dalam dokumen kehalalan.
- Tempat
pemotongan yang dibuat sedemikian rupa sehingga hewan dapat dipotong secara
halal (menghadap kiblat)
- Pemotong
memahami dan memenuhi syarat sebagai juru potong halal
- Pemingsanan
harus dipastikan tidak menyebabkan hewan sampai mati sebelum disembelih
- Proses
pengeluaran darah telah sempurna sebelum diproses lebih lanjut.
Ø Persyaratan pengemasan penyimpanan
dan pengangkutan
Untuk menjamin tidak terjadinya
kontaminasi antara produk halal dengan yang tidak halal dalam pengemasan,
penyimpanan dan pengangkutan, maka dipersyaratkan:
·
Dalam pengemasan produk halal tidak
boleh dikemas dalam satu kemasan (bercampur dengan produk yang tidak halal)
·
Apabila didalam satu kontainer
terdapat beberapa kemasan yang berbeda waktu produksi halalnya maka setiap
waktu produksi tersebut harus mempunyai sertifikat halal masing-masing.
·
Setiap kemasan yang diberi
tanda/logo halal untuk memudahkan identifikasi, bentuk, ukuran dan warna besar
tanda/logo halal tersebut sesuai yang telah disepakati antara MUI dengan
lembaga sertifikasi halal oleh negara asal /pengekspor , seperti dalam
lampiran.
·
Dalam penyimpanan dan pengangkutan
tidak mencampurkan kemasan yang halal dengan yang tidak halal.
·
Bahwa bukti tidak adanya pencampuran
dituangkan melalui pencantuman nomor kontainer atau nomor segel kontainer di
dalam sertifikat kehalalan.
BAB VI
PENUTUP
Masalah kehalalan karkas daging dan
jeroan yang diedarkan dan dipasarkan di Indonesia khususnya yang berasal dari
luar negeri merupakan masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian dari
berbagai pihak. Secara internal pemerintah perlu menerapkan aturan-aturan yang
dapat menjamin kehalalan produk yang diimpor, melalui sebuah pedoman umum yang
baku.
Dengan pedoman ini pihak pemerintah
bersama dengan lembaga non pemerintah yang terlibat dalam regulasi dan
pengawasan halal dapat bekerja sama dan berkoordinasi lebih baik, sehingga
masyarakat mendapat kepastian dan jaminan kehalalan terhadap setiap produk
impor khususnya karkas, daging dan jeroan yang dimasukkan dan dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia.
REFERENSI :
http://karantina.deptan.go.id/inkehati/index.php?link=hayat1
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar